Belajar dari Cariwan, Fakta Pelaut



Tahun 1984 : Pelayarannya dengan misi mencari ikan gagal karena ditangkap kapal patroli Malaysia. Tanpa basa-basi petugas patroli menggiring kapal mereka yang ternyata sudah memasuki wilayah perairan Malaysia ketika mengejar kawanan camar. 

Pemahaman sederhananya dahulu: “Laut itu ya...laut! Di mana ada ikan, saya kejar.”

Garam Hidup
1. Saat penangkapan kapal patroli Malaysia: pakaian Cariwan dan enam awak kapal lain dilucuti. Tangan mereka diborgol. Petugas menginterogasi asal muasal dan mencecarkan pertanyaan-pertanyaan. 
2. Setelah itu kapal merapat ke Bintulu, Malaysia, dan digiring menuju penjara di Kuala Lumpur. Sel juga penuh sesak dengan pejahat setempat. Awalnya masih tidak mengerti mengapa mereka dijebloskan ke penjara. Ada petugas berbaik hati menjelaskan bahwa mereka telah memasuki wilayah Malaysia. 
3. Sanksi bagi para penerobos batas laut adalah penjara, sedangkan kapal dan hasil tangkapan mereka akan dilelang. Sebenarnya, hasil dari lelang kapal dan tangkapan belum dapat menutupi denda yang harus dibayar. 
4. Selama di penjara, Cariwan dan kawan-kawan menghadiri berbagai sidang. Rata-rata tiga hari sekali selalu ada sidang. Namun, hasilnya sama. Mereka harus meringkuk di penjara hingga satu tahun lamanya.
5. Surat masih jadi alat komunikasi yang penting saat itu. Kadang sampai, kadang juga tidak. 
6. Setelah bebas dari penjara, Pak Cariwan dan enam awak kapal lainnya diantarkan untuk bertemu orang KBRI di Malaysia untuk melapor sebelum bisa kembali ke Indonesia. 
7. Proses birokrasi dan administrasi menuju kepulangan awak kapal ke Indramayu membutuhkan waktu seminggu. Sambil menunggu mereka diajak jalan-jalan, dibelikan baju, keperluan lain, dan diberikan uang Ringgit Malaysia.
8. Perjalanan pulang Malaysia ke Indramayu. Dari Kuala Lumpur harus ke Pontianak. Sambil menunggu kapal ke Tanjung Priok, Jakarta, mereka diajak bekerja mengangkut barang yang keluar masuk perbatasan. Upahnya sehari sangat besar, mencapai Rp 200.000, dibandingkan dengan upah berlayar selama enam bulan hanya Rp 60.000 per harinya. Departemen Sosial mengantarkan awak kapal dari Tanjung Priok ke Indramayu.
9. Pelaut tidak pulang melaut selama setahun tanpa kabar berita, biasanya dianggap sudah meninggal. Diikhlaskan. Itulah hukum tak tertulis di Karangasong, Indramayu.
10. Pelajaran penting bagi pelaut, mengenali batas wiayah laut, dan bagaimana seluk beluk kehidupan nelayan.

Cita-cita
11. Pak Cariwan memutuskan menjadi nelayan tepat setelah tamat sekolah dasar.
12. Saat itu tahun 1975, seorang ABK menawarkan kesempatan bekerja dengannya di kapal. Setelah mendapat izin orang tua, Cariwan menginjakkan kaki pertama kalinya di Karangasong untuk berlayar.
13. Perasaan berlayar pertama kali: Takut. Saking takutnya, selama di laut Cariwan tidak pernah tidur. Karena kebiasaan tidak tidur, Cariwan menjadi lebih dekat dengan nakhoda. Awalnya hanya disuruh membawakan makanan dan minuman, lama kelamaan berbincang banyak hal seperti bagaimana cara mengendalikan kapal, belajar soal layar, angin, hingga haluan.
14. Sesekali diminta memegang alih kendali jika nakhoda tidur. Cariwan mengaku takut bukan main ketika memegang kendali nakhoda karena haluannya sering tidak sesuai. Rasanya was-was ketika memegang kemudi, terutama ketika tidak ada pulau atau tepian sebagai acuan arah. Yang ada hanya hamparan air beriak, luas, dan tak bertepi. 
15. Menjadi nelayan, tidaklah semudah yang dibayangkan.
16. Belajar menjadi nakhoda sebenarnya tergantung pada masing-masing orang. Ada yang tiga sampai lima tahun belajar sudah bisa. Ada yang sampai tua juga belum bisa.
17. 1980, Cariwan pertama kali menjadi nakhoda dan membawa kapal sendiri ke lautan lepas. Usianya baru belasan saat itu. Berangkat dengan rombongan kapal lain dari desa, tapi di tengah perjalanan kapalnya terpisah. Panik. Belum ada alat komunikasi untuk minta bantuan. Beruntungnya, ia bisa kembali ke Karangasong, sembari membawa banyak ikan.
18. Meskipun bukan dilahirkan dari keluarga pelaut, Cariwan membuktikan ia bisa menjadi pelaut tangguh. Dia tidak mau selamanya menjadi ABK. Kini, keinginan itu berhasil terwujud. Cariwan memiliki 5 buah kapal dan mempekerjakan 54 ABK.

Kapal
19. Kualitas kapal sekarang dan zaman dulu berbeda. Kapal zaman sekarang tidak akan langsung tenggelam ketika kemaskan air. Bahkan sekalipun bocor, kapal masih akan mengapung dan tidak akan karam. Jadi masih bisa menyelamatkan diri. Kapal sekarang memiliki pengamanan yang baik. 
20. Pembuatan kapal dulu hanya menggunakan kayu jati. Kalau sekarang sudah dicampur dengan kayu balok kuning. Ada juga yang biasa memakai kayu merbau. Di sekitar Indramayu ada yang jual kayu-kayu tersebut.
21. Beli mesin kapal di Jakarta, di Kali Baru. Itupun mesin bekas dari Singapura. Meski bekas, kualitasnya masih bagus. 
22. Di Indramayu sudah banyak yang jual mesin kapal, namun harganya lebih mahal. Harga mesin yang kecil harganya Rp 60 juta di Jakarta, sementara di Indramayu bisa mencapai Rp 70 juta. Kalau yang besar harganya bisa mencapai ratusan juta lebih.
23. Kecepatan kapal Indramayu maksimal 6-7 knot kalau cuaca sedang baik. Sementara kalau musim gelombang besar, biasanya hanya 5 knot. 
24. Ciri-ciri kapal Indramayu di bagian ujung kapal runcing dan lebar supaya saat berada di laut guncangannya tidak begitu besar. Meski laju kapal-kapal Indramayu lambat, tetapi guncangannya sedikit. Kapal lain lajunya cepat, tapi kalau berhenti bisa oleng.
25. Kapal bekas yang usianya tiga tahun dibeli dan diperbaiki hingga Rp 700 juta. Dana itu dipakai untuk merekondisi kapal, penambahan freezer, dan peralatan tangkap, termasuk perawatan. Harga itu juga sudah termasuk upah lima pekerja kapal borongan yang bisa sampai Rp 120 juta.
26. Butuh waktu minimal satu tahun untuk membuat kapal hingga bisa dipakai melaut. Menggarap bentuknya bisa mencapai 5 bulan, sisanya untuk memasang mesin, dan memasukkan cairan serat yang biasanya disebut cor di sela sambungan kayu agar kapal tidak mudah bocor. Dulu nelayan menggunakan gabus yang dipotong-potong. Cor kapal bisa bertahan sampai bertahun-tahun tergantung perawatannya.
27. Biaya cor lumayan besar. Satu kilogramnya bisa mencapai Rp 49 ribu. Biasanya butuh 8 drum yang masing-masing drumnya 250 kg. Jadi biayanya hampir Rp 100 juta.
28. Harga kapal bekas 1985 Rp 300.000. kapal kecil dengan daya tampung ikan 10 ton.
29. Harga kapal baru bisa mencapai Rp 100 juta.

Kesejahteraan ABK (Anak Buah Kapal) 
30. Hal penting dalam melaut, ABK
31. Di Karangong, jarang ada ABK yang hanya bekerja pada satu juragan kapal. 
32. Sulit mencari orang yang bisa dipercaya untuk membawa kapal berlayar.
33. Nakhoda Cariwan tidak melihat kapal itu baru atau lama, bagus atau jelek, besar atau kecil. Kalau pendapatan yang ditawarkan lebih banyak, mereka pasti siap melaksanakan tugas. 
34. Sampai tahun 2015, sudah ada 54 ABK yang bekerja dengan Cariwan. 
35. Rata-rata dalam sekali melaut, nakhoda bisa mendapat upah hingga Rp 45 juta. 
36. Pendapatan ABK lainnya antara Rp 7 juta-Rp 17 juta selama dua bulan melaut untuk kapal yang sedang atau besar, tergantung jumlah tangkapan.
37. Setiap pagi dan sore, Cariwan selalu menanyakan kabar nakhoda melalui radio jika mereka sedang melaut. Cariwan juga mengunjungi istri dan keluarga mereka untuk memberi tahu keadaan suami mereka di laut. 
38. Demi memudahkan urusan dapur dan keperluan rumah tangga istri ABK, mereka bisa mengambil kebutuhan sembako di toko kelontong milik anak perempuan Cariwan, dan dibayar setelah suami mereka mendapat upah. 
39. Jika ada ABK yang sakit parah atau meninggal di tengah laut, maka ABK akan dititipkan ke teman-teman pelaut di kapal lain yang tengah mengarah pulang. Jika tidak ada kapal lain yang mengarah pulang, Cariwan bersama ABK lain bertanggung jawab mengantar hingga sampai depan rumah mereka. 
40. Setelah melaut, biasanya ABK diberi waktu 10 hari untuk istirahat.
41. Biaya parkir kapal lumayan mahal sekitar Rp 5 juta per 10 hari di KPL Mina Sumitra. 

Persiapan Melaut
42. Jaring, bahan bakar solar, perbekalan makanan, dan minum. Alat-alat menjaring dijual terpisah (jaring, tali, dan pelampung). Nelayan perlu memasang alat-alat tersebut sebelum melaut.
43. Memasang jaring tidak lama, yang susah membelinya karena stok terbatas. Jaring yang bagus dan awet bisa bertahan 10 tahun diproduksi di Bandung. 
44. Kapal ukuran sedang perlu 100 sampai 120 jaring. Satu buah jaring panjangnya 200 meter. Jika digabungkan bisa mencapai 8-10 mil. Harga jaring saat ini berkisar Rp 6 juta- 8 juta per jaring. Setidaknya harus menyiapkan uang Rp 600 juta untuk membeli jaring saja. 
45. Satu jaring bisa menampung hingga 500 kg ikan. Kalau tangkapan banyak, 60-70 ton ikan bisa dibawa pulang. 
46. Kapal ukuran sedang perlu setidaknya 15.000 liter solar. Kapal kecil hanya 3.000 liter. Harga bahan bakar solar Januari 2016 Rp 5.950.
47. Makanan yang perlu dibawa beras, telur, buah-buahan tahan lama, seperti apel, semangka, dan pisang. Selain masak makanan pokok, mereka juga membuat kue-kue untuk camilan di kapal.
48. Untuk keperluan minum, mereka membawa tangki berkapasitas 8.000 liter air, diisi penuh. 
49. Total biaya yang dkeluarkan untuk bekal melaut selama 2-3 bulan sekitar Rp 100 juta.

Di laut
50. Burung camar menandakan ikan dalam jumlah besar. Petuah sakti ini dipegang kalangan nelayan zaman dulu dalam menangkap ikan. Sebelum ada dukungan alat dan teknologi canggih, gejala alam menjadi acuan penting dalam misi penangkapan ikan. Zaman sekarang sudah ada fish finder.
51. Bagian laut yang yang banyak ikan biasanya bersuhu dingin, bening, dan arusnya bolak-balik. Bunyinya juga berbeda. Biasanya laut itu sepi. Sebaliknya, kalau tidak ada ikan, biasanya banyak bunyi binatang-binatang kecil di laut.
52. Zaman dulu masih menggunakan kapal layar, sehingga menghabiskan waktu enam hingga tujuh bulan dengan rute Indramayu-Kalimantan-Indramayu. Untuk mengarah pulang harus menunggu angin. Kalau belum ada angin, kapal hanya terombang-ambing di lautan lepas. 
53. Waktu pelayaran biasanya dua hingga tiga bulan. Tiap kapal bisa membawa setidaknya 60 ton ikan senilai Rp 500 juta.
54. Untuk menangkap ikan yang cukup dibawa pulang, sebenarnya hanya perlu satu bulan.
55. Alat navigasi sangat membantu mengetahui letak-letak kapal lain. Berkawan lewat radio, tanpa mengenal muka. Hanya kenal suara. 
56. Lewat radio juga para nelayan mengumumkan posisi kapal dan jaring yang dipasang, di bujur sekian, lintang sekian. Tidak bisa seenaknya memasang jaring, harus berkoordinasi dulu agar jaring tidak terlalu dekat dengan jaring milik kapal nelayan lain. Jarak antar kapal sampai 2 mil.
57. Mulai menebar jaring pukul 4 sore sampai pukul 6 sore. Setelah itu menunggu beberapa jam. Saat penebaran jaring, kapal dihentikan, tapi tidak menurunkan jangkar. Jadi mereka membiarkan kapal dan jaring bergerak mengikuti arus laut. Biasanya jaring bisa hanyur sampai 12 mil. 
58. Waktu mengangkat jaring pukul 12 alam. Tapi kalau ikannya sudah banyak, pukul 10 malam pun sudah diangkat. Paling lambat mengangkat jaring pukul 6 pagi keesokan harinya. 
59. Ikan disimpan di lemari penyimpanan di bagian lambung kapal. 
60. Waktu tidur nelayan kurang lebih dua jam. 
61. Setelah tidur barulah menjahit dan merapikan jaring sampai pukul 4 sore. 
62. Yang repot jika jaring menggulung, waktu membetulkannya lima hingga sepuluh hari. Terutama terjadi di tengah badai, kaena jaringnya mudah tergulung terkena gelombang besar, sehingga ikan bisa menghindar. 
63. Jika badai tiba, nelayan harus menunggu hingga jaring tertarik sepenuhnya, baru mengendalikan kapal, dan segera bergerak menghindari badai. 
64. Bertemu badai atau topan ketka berlayar sudah biasa bagi nelayan. ABK baru biasanya masih panik. Kalau yang sudah sering berlayar, mereka tetap bisa tidur tenang.
65. Lebih berbahaya angin topan, karena datangnya bisa tiba-tiba. Kapal bisa dihantam gelombang besar hingga air masuk ke dek kapal, dan alat-alat bagian atas kapal bisa terbang terbawa angin. Sering juga kapal menabrak karang gara-gara topan, meski tidak sampai membuat lambung kapal bocor. 
66. Badai, meskipun besar, tapi arahnya tetap dan tidak berubah-ubah. Menjelang badai biasanya terlihat pusaran angin berwarna gelap ke arah langit yang menandakan hujan akan turun sebentar lagi. Biasanya badani angin timur mengarah ke barat, demikian juga sebaliknya. Jadi sudah bisa diperkirakan arah mana yang diambil untuk menghindar. 
67. Badai paling cepat berlangsung selama tiga jam.
68. Dulu, banyak kapal yang hilang tersapu badai. Sekarang nelayan terbantu teknologi, bisa langsung berkirim informasi jika ada kerusakan kapal ataupun memberi informasi mengenai badai atau topan. 
69. Ada Koperasi Perikanan Laut (KPL), tempat sumber dana nelayan. Di KPL bunganya besar, meskipun nelayan juga mendapat seperti balok es, bahan bakar, sewa galangan kapal (docking), hingga tempat pelelangan ikan.
70. Masyarakat mengandalkan balok es untuk menyimpan ikan di kapal, namun tidak bisa bertahan lama. Lebih baik beli freezer untuk penyimpanan ikan di kapal.
71. Sebelum mengenal sistem navigasi, Cariwan mengandalkan kompas, membaca rasi bintang, dan arah angin. 

Penjualan Ikan
72. Cariwan biasa menjual ikannya di (TPI) Karangsong milik KPL Mina Sumitra, di Muara Angke Jakarta, dan di Kaimantan yang letaknya dekat dari tempat menangkap ikan.   
73. Ikan manyung, tuna, dan tenggiri paling banyak dicari karena harganya mahal.
74. Perlu waktu lima hingga tujuh hari untuk menurunkan ikan dari kapal. Apalagi kalau hasil tangkapan mencapai 90-100 ton. Selama proses tersebut, perlu pengawasan ketat agar ikan tidak dicuri.
75. Urusan pelelangan ikan, Cariwan menyerahkannya pada anaknya yang ketiga. Dia juga yang membantu mencari alat-alat untuk berlayar sampai ke luar kota seperti Jakarta dan Tegal.
76. Selama pelelangan berlangsung, awak kapal bisa beristirahat. 
77. Pelelangan dimulai jam 7.30 pagi. Di siang hari, pelelangan sudah sepi, dan harga ikan turun drastis. 
78. TPI biasanya memotong 5% dari total hasil pelelangan untuk biaya kompensasi, keranjang penyimpanan ikan, dan biaya nadran yang langsung dipotong dari hasil pelelangan.
79. Di pelelangan, siapa yang berani membeli dengan harga tertinggi berarti dialah yang mendapat ikannya. Biar tidak rugi, harus cek ikan di pasaran, seperti di Jakarta, dan Bandung.
80. Pendapatan biasanya tergantung ukuran kapal. Untuk kapal ukuran sedang, mereka biasanya mengantongi Rp 500 juta dari pelelangan hasil tangkapan ikan dalam satu kali berlayar. 
81. Setiap selesai melaut, mereka berbagi keuntungan dengan sistem bagi hasil, setelah dikurangi biaya perbekalan, dan dipotong utang para ABK. Setelah itu barulah dibagi antara juragan dan awak kapal (nakhoda dan ABK) dengan presntase 60% untuk juragan, dan 40% untuk awak kapal.

Tentang rezeki
Meskipun katanya banyak ikan di area tertentu (dengan fish finder, maupun informasi teman-teman nelayan lewat radio, belum tentu mereka bisa dapat banyak tangkapan ketika jaring di tebar di situ. Tergantung rezeki masing-masing.kalau sedang tidak ada ikan di laut, terkadang hasil tangkapan saja tidak cukup untuk makan awak kapal.
Mencari ikan itu untung-untungan, terkadang tidak dapat sama sekali kalau ikannya sedang sedikit. Terkadang ikan gagal terjaring akibat pemasangan jaring yang kurang tepat atau jaring tersapu oleh kapal lain.  
“Saya ingin berlayar terus, karena dari berlayarlah saya bisa membangun rumah untuk saya, istri, dan anak cucu, serta bisa membantu menyejahterakan teman-teman di sini. Impiannya yang belum terwujud, membuat kapal yang bisa langsung mengolah ikan di atas kapal seperti kapal-kapal asing.” CARIWAN

Membaca kisah hidup Cariwan ini membuatku teringat sebuah novel fiksi berjudul Anak Pesisir, Pelaut, dan Perompak. Kisah pelaut ini unik, dan sejujurnya kaya pengalaman yang bisa diambil hikmahnya. Para pelaut ini menjauh dari ingar bingar kehidupan kota. Bahagia dengan aroma ikan asin, udara bercampur garam, angin kencang, sengatan matahari, dan tentu saja laut.  Dasairy Zulfa

Sumber: Bangkit dari Kematian oleh Cariwan dari buku Jurus Bisnis Rakyat (12 Jawara Usaha Kecil) tahun 2016, Penerbit PT Imaji Kali Aksi.

Comments

Popular Posts