BIDADARI UNTUK DEWA [REVIEW]


Judul buku : Bidadari Untuk Dewa
Penulis : Asma Nadia
Editor ahli: Isa Alamsyah
Penerbit : KMO Publishing
Tahun Terbit : Oktober 2017
Jumlah Halaman : x + 538 Halaman

Saya mendapatkan novel ini lewat pre order di Bulan Oktober 2017 dan menerimanya ketika bulan November 2017. Ketika saya cek, buku yang saya terima merupakan cetakan kedua. Hebatnya, cetakan satu dan cetakan dua berada pada bulan yang sama. Fantastis!

Dalam satu malam saya menghabiskan buku ini tanpa sadar. Rahasianya? kepiawaian penulis, yaitu Asma Nadia, dan tentunya sumber kisah inspiratif dari couplepreneur kita, Dewa Eka Prayoga bersama bidadarinya, Haura.

Semua orang memiliki kisah hidup dan ujiannya masing-masing. Yang membuat berbeda adalah sikap yang dipilih mereka. Sama seperti ujian sekolah, bukankah guru hanya mengawasi  muridnya agar tidak melakukan kecurangan? Allah tahu, tapi menunggu. Allah melihat kita melakukan upaya maksimal ketika menjalaninya hingga bantuan akan diberikan oleh-Nya. Dia ada dan dekat.


Cerita novel ini dimulai dengan prolog dari seorang wanita yang kemudian diketahui sebagai Ibu Dewa, seorang wanita single parent yang membesarkan Dewa sendirian, tanpa kehadiran suami. Ibu Dewa juga tokoh antagonis dalam kehidupan Haura di tahun-tahun pertama pernikahan.

Haura, bidadari Dewa mendapat ujian pertamanya ketika menikah, mendampingi Dewa yang tiba-tiba bangkrut di usia delapan belas hari pernikahan mereka dengan membawa hutang nyaris 8 miliar. Ia harus menghadapi investor yang kerap mendatangi rumah dengan berbagai ancaman. Label perempuan pembawa sial pun ia dapatkan.

Cerita menjadi terputar ulang kembali ketika masa kuliah dulu. Pertemuan pertama ketika Dewa dan Haura masih sama-sama menjadi mahasiswa baru di UPI Bandung, bekerja di bimbingan belajar yang sama, hingga Haura ikut membantu Dewa menjalankan bisnisnya. Kepercayaan yang diberikan Dewa kepada Haura adalah caranya tersendiri untuk mempersiapkan Haura menjadi istrinya kelak.

Di tengah rasa istimewa yang menggelayuti hati masing-masing, Dewa dan Haura masih berusaha menjaga prinsip untuk tidak pacaran dan menjaga perasaannya. Diam-diam, Dewa tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Haura. Ia juga berkomunikasi langsung pada Abah Haura mengenai niatnya, tanpa diketahui Haura.

Cita-citanya sejak dulu, mendekap perasaan hanya untuk suaminya kelak. Dewa dan pesan singkatnya sempat terasa spesial, masih. Tapi gadis itu tahu dia harus berhenti berharap. (Haura, Hal 66).

Sayangnya pernikahan Dewa dan Haura mendapat pertentangan keras dari Ibu Dewa. Tidak hanya melalui raut muka, namun juga diungkapkan lewat kata dan tindakan. Sungguh, ujian tersendiri bagi Haura supaya dekat dengan Ibu mertua dan memahaminya.

Jangan menolak gelap sebab dengannya kau akan tahu betapa indahnya cahaya (hal 189).
Mimpi Dewa pertama yang ditulisnya pada buku telah tunai. Menikahi Haura. Dewa sudah bertekad tidak akan menjadi pendamping yang mengajak pasangannya untuk bersiap hidup susah. Namun, apa daya? Allah selalu memiliki skenario terbaik. Ujian demi ujian hadir bahkan tak lama setelah mereka menikah.

Tiga episode kehidupan yang Dewa sampaikan di seminarnya. Satu, ketika ditipu rekan sendiri yang awalnya ia hormati sebagai guru, sehingga Dewa harus menanggung kerugian nyaris delapan miliar di hari ke delapan belas pasca pernikahan. Dua, ketika ia lumpuh tiga bulan di rumah sakit karena penyakit langka, GBS. Tiga, ketika ia dipesankan dokternya butuh waktu satu tahun lebih untuk bisa kembali bicara, bergerak, mampu berjalan, dan melakukan aktivitas seperti orang pada umumnya.  Dan Allah memberi keajaiban padanya! Satu-satu masalah itu akhirnya menemukan jalan keluar dan ia pun bisa melakukan aktivitas seperti orang sehat kurang dari satu tahun seperti prediksi dokter.

Berbagai hikmah Dewa rasakan dan ia bagikan ketika seminar. Ada lima, yaitu 1 ) terus bergerak laksana Ibunda Siti Hajar; 2) Setiap kita memiliki tongkat Musa tersendiri. Senjata yang sudah Allah berikan untuk menghadapi ujian hidup; 3) Jadilah detonator kebaikan. Ukuran kecil, namun dapat menimbulkan ledakan besar. Bantu orang lain dahulu, dibantu Allah kemudian; 4) Tes-tes kecil membuat seseorang menjadi besar; 5) Doa Nabi Yunus. Banyak banyak beristighfar dan bertaubat. Seperti yang disebutkan juga dalam Surat Nuh ayat 10-12; 6) Semangat langit, selalu berbaik sangka pada Allah.

Dewa dapat mengakui kesalahan dengan jujur agar orang banyak bisa belajar hingga tidak perlu melakoni kesalahan serupa. Tidak mengkhianati istri apalagi sampai lupa diri. (Catatan Asma Nadia, hal 516). 
Demikianlah Dewa Eka Prayoga dengan kerendahan hatinya pula membeberkan kekurangannya untuk menjadi pembelajaran bagi khalayak. Betapa Haura, sang bidadari Dewa tetap berada di sisinya. Hingga Ibu mertua pun akhirnya bisa memanggil namanya tanpa kemarahan, lembut. Salah satu semangat dan energi lebih untuk Haura menjaga Dewa selama sakit. Di balik kehebatan seorang laki-laki, selalu ada wanita hebat di belakangnya.

Menikah dengan Ayah adalah pilihan Bunda. Jadi apapun yang terjadi, baik, buruk, bagus, kurang bagus, harus diterima sebagai satu paket. Bahagia tidak bahagia. Masak hanya mau membersamai pas bahagia lalu meninggalkan ketika episode duka muncul? (hal 501).
Dewa Eka Prayoga, seorang entrepreneur, business coach, dan penulis buku-buku best seller yang telah banyak menginspirasi ratusan ribu orang di Indonesia. Terima kasih atas pelajaran kehidupan yang berharga. Semoga Allah selalu menjagamu beserta keluargamu. Amin.

Buku Bidadari untuk Dewa, novel ke-54 Asma Nadia dan konon terpanjang ini menghadirkan sebuah kisah tentang perjuangan untuk bangkit, kesetiaan, dan sikap optimis. Buat kamu yang lagi merintis usaha, menjalani hari-hari di awal pernikahan, dan menginginkan kesuksesan dalam hidupnya perlu banget baca buku ini! J
See you on top! 



Comments

Popular Posts