[URSEP] Wawancara
Akhir desember tanggal 28 aku mulai mengurus paspor via online. Setelah itu butuh waktu 2 kali untuk berkunjung ke kantor imigrasi semarang. Kunjungan pertama (selasa, 5 januari 2016) untuk melakukan verifikasi berkas, dan tiga hari kemudian (jum'at, 8 januari 2016) untuk mengambil paspor yang sudah jadi.
Hari senin tanggal 11 januari 2016, aku pun mengumpulkan salinan paspor bersama berkas-berkas yang lain. Di kantor ICT Undip lengang seperti biasa. Ada seorang mas-mas (umurnya masih 20-an tahun). Ia sedang membuka berkas-berkas pendaftaran, termasuk berkas pendaftaran milikku. Aku kira dia lagi magang di ICT. Mahasiswa yang lagi ikut internship program di ICT.
Aku mengucapkan salam dan mengutarakan maksudku kepadanya. Salinan paspor pun kuserahkan padanya. Ia mengamati berkas-berkasku dan matanya tertahan di sertifikat toeflku.
"Mba, saya sarankan anda tes toefl di SEU (lembaga bahasa Undip) saja. Kalau memakai sertifikat ini kurang meyakinkan" ujarnya.
Aku sedikit terkejut. Jadi aku harus tes toefl lagi?
"Kalau bisa sebelum wawancara sudah ada sertifikat toefl dari SEU mba" sarannya kembali.
Aku mengangguk lemas. Terakhir aku mendapat info tes toefl SEU tidak bisa digunakan selain untuk akademik di lingkungan Undip alias hanya untuk persyaratan lulus. Jadi aku mengikuti tes toefl di lembaga kursus lain supaya bisa dipakai di luar undip. Dan katanya tadi, sertifikat toeflku meragukan
...
Menurutmu gimana?
Hari itu tanggal 11 januari, 10 hari lagi sudah deadline dari universitas ryukyunya, yaitu tanggal 22 januari 2016. Sempatkah?
Minggu itu, aku masih menjalankan ujian akhir semester, dan deadline mengumpulkan makalah seminar sebagai syarat keluarnya nilai. Aku masih perlu mencari dan menunggu dosen pembimbing dan dosen seminar untuk meminta tanda tangan pengesahan.
Hari kamis siang, saat aku di depan ruang dosen telepon genggamku berdering. Sebuah penggilan masuk, nomor lokal semarang.
"Halo, Assalamu'alaikum," sapaku.
"Halo, selamat siang. Benar ini dengan saudara zulfa sania?"
Suara perempuan.
"Iya, benar. Ada apa mba?"
"Besok siang jam 2 siang bisa wawancara URSEP di kantor IO Undip?"
"Jam 2 besok siang ya mba... oke saya agendakan. Terima kasih" jawabku.
Alhamdulillah ujianku sudah selesai dan tanda tangan dosen pun sudah kudapatkan. Besok aku harus membawa makalahku ke fotocopy untuk di soft cover dan dikumpulkan sebelum wawancara di kantor International Office Undip.
Siang itu aku mulai mencari informasi bagaimana wawancara program pertukaran pelajar. Ada kakak kelasku yang dapat exchange ke Korea Selatan. Katanya dia wawancara full english. Pertanyaannya adalah seputar alasan dan motivasi mengikuti program tersebut.
Pagi itu aku menyiapkan pakaian yang tepat untuk sebuah wawancara. Aku pun latihan meperkenalkan diri menggunakan bahasa inggris di depan cermin. Teman sekamarku juga membantu memberikan trik posisi tubuh yang baik saat wawancara.
"Kesempatan itu datang pada orang yang siap Yi," ucapku padanya, sekaligus motivasi untuk diriku sendiri.
Pukul 11.00 siang aku pergi ke foticopy untuk soft cover makalah seminar. Setelah itu ke kampus menunggu dosen seminarku. Sampai pukul 13.00, akhirnya dosenku yang baru pulang dari sholat jum'at datang. Aku pun menemuinya, meminta tanda tangan lembar pengesahan dan tanda terima penyerahan di ruangan beliau.
Setelah itu aku sempatkan makan siang, minimal makan roti untuk mengganjal perut. Pukul 13.30 aku menuju gedung ICT Undip untuk wawancara.
Sudah hadir beberapa orang di depan kantor IO Undip, dan aku mengenal salah seorang di antara mereka.
"Viras!" panggilku.
" Hei Zul. Kamu wawancara juga? Baru aja aku mau niat cerita ke kamu. Ternyata ketemu di sini"
Dia viras, anak FIB jurusan Sastra Jepang. Kemaren pernah juga menjabat ketua senat, dan mawapres FIB. Dia sudah pernah ke Jepang selama 7 hari seingeku, ikut program Jenesys. Aku pun banyak tanya perihal persiapan wawancara dan berkas berkas yang perlu dipersiapkan kalo mau exchange.
Takdir kita pun mempertemukan di sini.
"Aku daftar STRP di hari terakhir zul. Awalnya sempet bingung juga sih soalnya ketika seleksi di kampus aku belum lolos. Tapi ternyata boleh juga langsung daftar ke sini. Itu 2 yg lain temen sekelasku."
Aku mengangguk.
"Aku ikut yang URSEP vir. Itu kuliahnya nggak pake bahasa jepang. Pakai bahasa inggris. Makanya aku berani daftar pas aku dapet toefl 500. Belajarnya juga lebih banyak tentang kebudayaannya" jelasku.
Kami saling menyemangati. Jujur saja, di situ kami merasa deg degan.
"Pendaftar URSEP tiga orang kayaknya zul. Kmrn aku sempet dikasih tahu petugasnya. Kemungkinan besar diterima kalo diberangkatkan 2 orang."
"Amin."
Beberapa orang datang. Ternyata mereka mahasiswa FEB dan FT yang daftra URSEP juga. Wah, kawanku berangkat dan juga sainganku nih.
Tiba-tiba ada seorang dosen menghampiri kami. Ia mengatakan bahwa wawancara akan dilakukan oleh Ms. Meita. Beliau juga berpesan silahkan mengatur giliran wawancara.
Beliau masuk ruangan. Kami memutuskan giliran yang mendapat wawancara dimulai dari yang pertama datang. Beberapa waktu kemudian, dosen tadi memanggil kami untuk wawancara. Rupanya wawancara diserahkan kepada beliau karena Ms. Meita sedang berhalangan.
Viras, Mentari, Dita, aku, dan 2 orang lagi berturut turut masuk ke dalam ruangan.
Viras dan mentari menggunakan bahasa jepang dan bahasa inggris.
Giliranku pun tiba.
Aku berjalna menuju kursi yang telah disediakan.
Beliau memintaku memperkenalkan diri. Sayangnya berkas yang beliau pegang belum sesuai. Aku oun membantu beliau menunjukkan berkasku.
Perkenalanku memakai bahasa Indonesia. Kemudian beliau memintaku menceritakan alasan dan motivasi mengikuti program URSEP. Masih menggunakan bahasa Indonesia, hingga tiba di sertifikat toeflku yang menunjukkan nila 500. Beliau memintaku menjelaskan dalam bahasa inggris.
Ternyata di dalam berkasku ada yang kurang yaitu belum diceklis kelengkapan berkasnya. Beliau sangat menyayangkan. Seharusnya sudah ada ceklisnya di sana jika berkasku sudah lengkap. Beliau bertanya juga tentang kegiatanku di kampus. Setelah itu, bertanya tentang rencana studiku di okinawa, dan penelitian apa yang akan aku lakukan.
Kemudian beliau memintaku berkenalan menggunakan bahasa jepang. Tapi aku menjelaskan tidak bisa karena belum pernah sekalipun mengambil kursus bahasa jepang. Aku baca di form pendaftaran URSEP, tidak diwajibkan mahasiswa bisa bahasa Jepang karena menggunakan bahasa Inggris ketika kuliah. Bagi yang mengambil program STRP, mereka menggunakan bahasa jepang ketika kuliah. Namun, tetap beliau menyarankan agar aku bisa bahasa Jepang. Sesi wawancara pun berakhir.
Aku pun masih punya banyak PR yang harus kukerjakan jika tidak ingin mimpiku hanya di atas kertas.
Comments
Post a Comment