A Story About The Ring
Tahun 1994 seorang bayi lahir bernama Ammura Bilgates. Ayahnya seorang penulis kawakan yang rangkap menjadi jurnalis televisi swasta. Rupanya bakat sang ayah menurun pada anaknya. Sejak sekolah dasar senang menulis. Entah di buku harian, atau naskah computer berbentuk cerpen. Sampai suatu saat ia mengirimkan cerita singkatnya tentang sebuah kisah keluarga Finniston dalam sebuah rubrik imajinasi di suatu majalah anak. Tak disangka dan dinyana. Namanya terpampang di sana, Ammura Bilgates tentu beserta ceritanya. Betapa senangnya dia pada hari itu. Ia mendapat honor sebesar $5. Cukup besar bagi seorang anak kecil.
Kemudian di majalah yang sama namanya tercatat lagi pada bagian rubrik kreasi. Kreasi beserta penjelasannya tertulis di sana. Ia mendapat honor lagi sebesar $7,5.
Ibunya membelikan sebuah cincin dengan uang itu, berharap sebagai kenang-kenangan atas kemenangan pertama.
Tiba-tiba ada badai keuangan yang menimpa keluarga. Cincinnya terpaksa digadaikan. Ibunya berjanji akan menggantinya suatu hari nanti.
Ibunya menepati janji. Ketika dia sedang liburan sekolah di sekolah menengah pertama, ia diajak ibunya ke sebuah toko perhiasan. Ia dibiarkan memilih cincin sesukanya. Akhirnya tangannya mengambil sebuah cincin tanpa mata mutiara, tapi bergambar semacam petir atau mungkin juga seperti luka Harry Poter di dahinya. Cincin yang unik menurutnya.
Selama kurang lebih tiga tahun cincin itu berada di jari manisnya. Hingga orang-orang pun tahu cincinnya. Sampai suatu saat ia bertukar cincin dengan seorang teman.
"Eh, bagaimana kalau kita bertukar cincin?" Ajak karin. Tangannya melihat-lihat cincin di jari Ammura, membandingkannya dengan cincin di jarinya.
Kelas saat itu tidak ada guru, bukan saat istirahat. Murid-murid bebas mengobrol.
"Hmm?" Responnya. Ammura menanggapi dengan biasa. Matanya ikut memperhatikan kedua cincin. "Ini cincin pemberian ibuku. Kau?"
"Ini pemberian ayahku," jawabnya, mengamati cincin mereka berdua lagi. Kemudian melepas cincinnya. Bermain dengan cincin tersebut.
Ammura pun tertarik melepas cincinnya. "Aku sengaja memilih cincin yang tidak ada matanya, karena biasanya sering jatuh."
"Aku suka yang ada matanya," ucap Karin. "Tapi pengen coba pakai cincinmu."
Karin memasang cincin Ammura ke jarinya. "Jarimu lebih kecil yaa. Lihat cincinmu di jari kelingkingku!" serunya.
Ammura juga mencoba cincin Karin. Dia memakainya di jari telunjuk.
"Ayo, tukeran cincin," ungkapnya setuju.
"Satu minggu yaa" ujar Karin.
"Oke"
Teet. Anak-anak berseru senang.
Teman-teman memutuskan pulang karena bel sudah berbunyi. Usai sudah penantian mereka terhadap guru yang berhalangan mengajar.
***
to be continue..
Comments
Post a Comment